Kamis, 22 Desember 2011

PARINEM CAFRAVILANOV


“Mbakyu, minta segelas jamu seger buger” sambil tersenyum genit, kuli bangunan itu menghentikan langkah penjual jamu. Memang seperti biasa, bakul jamu setiap hari lewat di kompleks perumahan yang baru saja dibangun.

“Eeeh mas Jower, boleh mas” mbakyu jamu itu berhenti dan mengarah langkahnya ke kuli bangunan. Pinggulnya bak buah salak berbiji dua melenggok gemulai karena menahan bakul yang terbuat dari anyaman bambu. Tukang jamu tersebut menurunkan bakulnya.
“Jamu seger buger kayak kemarin ya mas ?” tukang jamu tersebut menegaskan. Namanya mbak Parinem Cavrafilanov. Nama yang cukup asing tetapi pembaca jangan heran. Ia memang keturunan asing. Bapaknya Jawa Tengah, tepatnya Boyolali, dan ibunya dari Rusia. Kulitnya pun jauh dari warna gosong coklat gemblong. Sangat putih bersih dengan mata kebiru-biruan. Rambutnya agak pirang bukan dicat rambut tapi memang asli dari lahirnya. Makanya, logat Jawa dengan awalan “m” yang begitu kental, tidak berpengaruh bagi laki-laki yang menatapnya. Pasti dan sangat diyakini, setiap mata laki-laki tertuju padanya walau ia sebagai penjual jamu.
Segelas jamu seger buger yang dimaksud Mas Jower telah tertuang ke dalam gelas. Ia memberikan pada Mas Jower. Mas Jower tersenyum. Ia sangat menikmati keindahan wajah Parinem. Gelas yang disodorkan, disambut tangan Mas Jower dan sedikit menyentuh jari Parinem.
“Iiih, mas Jower suka nakal deh” gelitik manja penjual jamu.
Mas Jower tersipu. Kelihatannya ia menang dalam kesempatan emas itu. Menyentuh jari Parinem sang bidadari Boyolali – Rusia.
“Mbak, boleh tanya gak ? Mas Jower memberanikan diri.
“Boleh aja, ada yang perlu dijawab ya ?” Parinem sedikit jual mahal.
“Duuh, segitu galaknya, tapi tidak apa-apa, mbakyu tambah cuantik kok” Mas Jower merayu dengan memuji. Wajah Parinem memerona merah.
“Kira-kira mbakyu malam minggu ada acara gak ?” Mas Jower memberanikan diri
“Memang kenapa kalo ada acara ?”
“Yah, kalo ada acara, tidak enak, nanti mengganggu acara mbakyu”
“Mengganggu bagaimana mas ?”
“Tadinya, maksud aku, kalo mbakyu tidak ada acara, saya mau ajak kamu nonton” Mas Jower blak-blakan sambil tersenyum.
“Waduh, bilang aja ngajak nge-ndate
“Ya bisa dibilang begitu, nge-ndate ya … cuma nonton ama makan mie ayam. Kira-kira ada yang marah tidak ?”
“Ya ndaklah, aku ini kan janda. Tidak ada yang melarang aku pergi kemana dan dengan siapa”
Mas Jower tersenyum. Ia tau persis bahwa Parinem memang janda. Tapi janda kembang yang harumnya tersebar di beberapa kampung. Maklum, tukang jamu biasa keliling kampung untuk berjualan.
“Jadi bagaimana ? mau kamu aku ajak jalan-jalan malam minggu ?” Mas Jower bertanya untuk memastikan.
“Ya sudah, untuk pelanggan setia seperti mas, aku nurut aja” sambil tertunduk Parinem membereskan gelas yang telah terpakai.
“Tapi mbakyu, nomor HP kamu berapa ?” tanya Mas Jower.
“081-psst-pssst-psst trus psst, itu nomor hunting aku” Parinem setengah berbisik pada Mas Jower. Ia khawatir pembaca akan tau dan ngerjain dia dengan “miscall” terus yang tak jelas.
Setelah beberapa saat, Parinem pamit kepada Mas Jower. Ia hendak keliling lagi menjual jamu.
Malam minggu tiba, Mas Jower telah siap satu jam sebelum maghrib. Kemeja garis-garis disemprot dengan parfum kelas pasar inpres, cukup menyengat seperti aroma kemenyan dicampur alkohol. Celana katun biru gelap bermodel lempeng sedikit cutbray, terlihat kaku dan nampak garis setrika mancung ke depan. Ia dengan sangat percaya diri akan bersanding malam ini dengan Parinem. Menikmati malam indah bersama wanita idaman.
“Tet, tet, tet dan teeet” handphone berlayar kuning dan hitam dipencet Mas Jower. “Tuuut, tek tek, tuuut” nada sambung berhenti. Kemudian, suara yang sangat khas dengan awalan “m” terdengar.
“Assalamualaikum mas”
“Waalaikum salam”
“Mas Jower ya ?, aku dah siap kok, aku tunggu di depan kontrakan ya” sang empu handphone mbakyu Parinem tanpa berbasa basi menunggu arjunanya. Mas Jower memang rada sedikit ganteng dibanding kuli bangunan lainnya walaupun bibirnya agak jontor dan dower.
“Oh iya mbakyu, aku juga dah siap, tunggu ya …” handphone diputus Mas Jower sambil mencium handphonenya sendiri mengingat pulsa sangat mahal jika digunakan malam minggu.”Ayem komiiinnggg” logat bahasa Inggris dilantunkan Mas Jower walau handphone telah terputus. “Tunggu kangmas yaaa” Mas Jower berbisik sambil tersenyum-senyum sendiri.
Mas Jower bergegas keluar rumah. Ia bersiul-siul kecil. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Baginya, malam minggu ini seperti malam terbebas dari belenggu. Ia menghirup udara segar sekali.
Sampai di depan kontrakan dimana ia berjanji dengan Parinem, langkahnya terhenti. Ia celingukan, mencari dan mencari. Tak ada Parinem di sana. “Mungkin Parinem belum sampai di tempat” gumamnya dalam hati.
Selang beberapa lama, Parinem mulai terlihat. Dengan busana khas tukang jamu ia tampil bagaikan penyanyi keroncong. Mas Jower sangat senang melihatnya. Ia begitu gemulai dengan atau tanpa bakul di belakangnya. “Duh cantiknya bidadariku” begitu hatinya tertawa riang.
“Hai mbakyu”
“Duh sudah lama menunggu mas ?”
“Nggak kok, baru aja sekitar lima belas menit”
“Oh ya mas, aku lupa menyampaikan sesuatu”
“Tentang apa ?”
“Sebenarnya malam ini aku ada acara” Parinem menjelaskan
“Acara apa ?”
“Aku diundang acara pertunangan putera langganan jamuku. Itu loh Pak Jumarko, juragan gas di kampung sebelah utara”
“Oh iya, yang rumahnya warna krem berbatik coklat tua ?”
“Iya, bagaimana kalo kita ke sana aja ?. Kan gratis makan malam” Parinem sedikit merayu.
“Ya sudah terserah kamu, yang penting kan aku bersamamu malam ini”
Parinem tersenyum ayu. Segera ia menggandeng tangan Mas Jower dengan erat. Mereka berdua menelusuri beberapa gang yang agak gelap.
Sesampai di depan tempat tujuan, suasana rumah Pak Jumarko sepi. Tak ada tanda-tanda keramaian disitu. Hening senyap. Parinem dan Jower termangu. Mereka saling berpandangan. Tetapi tak lama kemudian, seorang laki-laki berbaju safari berwarna coklat keluar dari samping rumah. Ia tersenyum. Pak Jumarko, menyambut mereka. Sepertinya ia tau bahwa ada tamunya yang datang. Dengan sedikit basa-basi, Pak Jumarko mempersilahkan mereka langsug ke tempat pesta. Tepatnya di taman belakang rumah Pak Jumarko.
“Astagaa” Mas Jower terbelalak kagum. Ternyata pesta itu begitu meriah. Sepertinya mereka dari kalangan orang-orang ekonomi kelas atas. Busana yang mereka kenakan sangat gerlap. Cahaya lampu ditambah musik pesta menambah suasana begitu indah.
Parinem memandang Mas Jower. Ia sepertinya mengerti, Mas Jower agak malu-malu. Dengan rasa penuh pengertian, Parinem mendekap tangan Mas Jower menuju meja hidangan. Pak Jumarko mengiringi mereka.
Mas Jower melahap hidangan yang tersedia. Termasuk mencicipi makanan penutup, salad, ala orang bule. Ia sangat senang sekali, seumur hidup belum pernah dia makan makanan yang sangat enak. Setiap meja ia hampiri, sampai ia merasa cukup puas dan kenyang. Parinem yang dari tadi memperhatikan Mas Jower, cuma bisa tersenyum.
Beberapa saat, Mas Jower nampak puas. Ia duduk bersama Parinem di salah satu kursi taman. Pak Jumarko menghampiri mereka. Ia menawarkan sebuah kamar mewah jika butuh beristirahat. Mas Jower senang bukan kepalang. Tanpa panjang lebar, Mas Jower menarik tangan Parinem menuju kamar. Mas Jower yang setengah mabuk karena menenggak minuman ala barat tak dapat lagi berfikir jernih. Tetapi, Parinem menolak keras. Ia tak mau mengikuti keinginan Mas Jower.
Tarik menarik antara Mas Jower dan Parinem terjadi. Parinem tetap kuat menarik tangan Mas Jower. Perang mulut pun terjadi. Mereka menjadi perhatian para tamu undangan di pesta itu.
“Mas sadar …!!” Parinem mengingatkan
“Ayolah sayang, tidak apa-apa. Aku cuma butuh istirahat sejenak” pinta Mas Jower
“Mass, jangan ..!!” Parinem menarik kuat-kuat. Parinem menampar pipi Mas Jower kuat-kuat, “Plak-plak”, “astagfirullahalazim, Allahu akbar”, sambil mengucap kata-kata ilahi.
Mas Jower terbelalak. Ia tersadar dari angan-angannya. Ternyata, Mas Jower dan Parinem berada di rawa-rawa yang penuh semak belukar di belakang rumah Pak Jumarko, sedang berjalan menuju tengah danau. Mungkin, satu meter lagi, Mas Jower tenggelam di danau angker tersebut.
Tetapi, Mas Jower sudah tenggelam setengah badan terjebak lumpur rawa. Dengan sekuat tenaga, keduanya berusaha mencapai tepi rawa, tepat di belakang pagar rumah Pak Jumarko.
Sesampai di tepian, mereka sangat lelah. Mereka berpelukan sambil melepas keletihan yang melanda. Beberapa saat kemudian, Pak Jumarko yang saat itu sedang berada di taman belakang, mengetahui mereka. Dengan terhalang pagar, Pak Jumarko berteriak.
“Hey sedang apa kalian, hati-hati danau itu angker bukan main !!”
Parinem yang sangat mengenal Pak Jumarko menoleh. Seperti dibantu tenaga gaib, mereka berdua menghampiri Pak Jumarko.
“Tolong kami pak, kami nyaris tenggelam di danau” begitu Parinem berharap.
Pak Jumarko bergegas menghampiri mereka dengan sebuah senter. Ia meraih kedua tangan mereka yang saat itu mereka sedang duduk kelelahan. Setelah beberapa saat mereka melepas lelah duduk di beranda rumah Pak Jumarko, mereka bercerita tentang apa yang terjadi. Pak Jumarko lantas tersenyum.
“Mas dan mbakyu, memang benar saya mengundang mbakyu dalam pesta pertunangan anakku. Tetapi, itu minggu lalu. Mbakyu saya tunggu-tunggu tidak datang” ujar Pak Jumarko.
Parinem terdiam.
“Sebenarnya, di belakang rumah saya terdapat danau yang sangat angker. Banyak menelan korban jiwa, terutama mereka yang sengaja berpacaran di pinggir danau tersebut. Menurut pemilik rumah sebelum saya, danau itu dihuni siluman buaya putih jelmaan jin Paratusiakisan” Pak Jumarko sedikit berkisah.
Mas Jower dan Parinem terbengong-bengong.
“Apakah kamu memakan hidangan yang ada di pesta itu ?” sepertinya Pak Jumarko tau persis apa yang dialaminya.
“Iya, kami memakan hidangan di pesta itu” Mas Jower sontak menjawab.
“Iya pak, tetapi Mas Jower yang begitu banyak menyantapnya” Parinem meneruskan perkataan Mas Jower.
“Astaghfriullah …, untungnya kamu tidak jadi korban” Pak Jumarko sedikit kaget
Setelah beberapa saat, Mas Jower dan Parinem pamit. Dengan ucapan terima kasih banyak, mereka meninggalkan rumah Pak Jumarko. Busana mereka bau lumpur dicampur amis dan sangat kotor. Diperjalanan, mereka cuma bisa terdiam.
Mas Jower berpisah dengan Parinem setelah Mas Jower mengantar Parinem sampai di rumah kontrakannya. Ia tak habis pikir dengan kejadian yang menimpa malam itu. Mereka nyaris jadi korban keangkeran danau itu.
Keesokan harinya, Mas Jower seperti biasa bekerja sebagai kuli bangunan. Ia bercerita pada teman-temannya, tetapi, tak satupun teman Mas Jower percaya. Mereka ingin membuktikan keangkeran danau tersebut dan mengajak Mas Jower ke sana.
Mas Jower dan ketiga temannya akhirnya pergi mengunjungi danau tersebut. Alangkah kagetnya Mas Jower melihat pemandangan di tepi rawa-rawa dimana dia dan Parinem menghadiri pesta. Bangkai kodok, lindung, ikan gabus yang telah tersobek-sobek dagingnya berserakan tepat dimana Jower dan Parinem berada. Ia hapal betul bahwa ia memakan hidangan yang ada di pesta itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar